Pengertian Hadits mutawatir - Belajar Islam Ahlussunnah
Sabtu, 11 November 2023
Tambah Komentar
Ketahuilah saudaraku , bahwa hadits dilihat dari banyaknya jalan terbagi menjadi dua yaitu hаdіtѕ Mutаwаtіr dan hаdіtѕ mіnggu.
Kita akan membicarakan hadits mutawatir terlebih dahulu.
Al Hafidz ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab Nuzhatunnazhor berkata: "Apabila terkumpul empat syarat berikut ini , yaitu:
1. Jumlah yang banyak yang secara kebiasaan mustahil mereka bersepakat di atas kedustaan.
2. Mereka (jumlah yang banyak) meriwayatkan dari yang serupa dengan mereka dari permulaan hingga final sanad.
3. Sandaran periwayatan mereka adalah panca indera.
4. kabar mereka menghasilkan ilmu (kepercayaan) bagi pendengarnya.
Maka ini disebut mutawatir. Bila tidak menghasilkan ilmu , maka disebut masyhur saja. (An Nukat Ala Nuzhatinnadzor hal 56)
Inilah syarat syarat hadits untuk disebut mutawatir. Kita perjelas satu persatu.
Sуаrаt уаng реrtаmа yaitu jumlah yang banyak. Terjadi pertikaian para ulama berapa jumlah banyak yang dapat disebut mutawatir; sebagian ulama beropini lima ke atas , ada yang beropini sepuluh , ada lagi dua puluh dan sebagainya.
Yang paling kuat ialah bahwa mutawatir tidak dibatasi oleh jumlah tertentu. Inilah yang dirojihkan (dikuatkan -ed) oleh banyak ulama muhaqiq seperti syaikhul islam ibnu Taimiyah , Al Hafidz ibnu Hajar Al Asqolani , Assuyuthi dan lainnya.
Terlebih jikalau kita melihat syarat yang keempat yakni menciptakan kepercayaan. Suatu kabar menghasilkan keyakinan atau tidak , tidak ditentukan oleh sebatas jumlah namun kerap kali sebab indikasi indikasi yang lain.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
"Pendapat yang asli yang dipegang oleh secara umum dikuasai ulama yakni bahwa mutawatir tidak terbatas dengan jumlah tertentu. dan ilmu yang terhasilkan dari suatu kabar , akan terhasilkan di hati. sebagaimana terhasilkannya kenyang setelah makan , puas sehabis minum. Tetapi sesuatu yang membuat kenyang seseorang atau memuaskannya tidak mempunyai batasan tertentu.
Sesuatu yang mengenyangkan itu mampu jadi alasannya kwantitas masakan atau kwalitasnya... (Majmu Fatawa 18/50)
Perkataan Al Hafidz: Secara kebiasaan mustahil mereka bersepakat di atas kedustaan.
Maksudnya sebab melihat ketaqwaan dan kejujurannya yang hebat. Dimana jumlah mereka banyak dan negeri mereka berjauhan , tetapi kabar mereka serupa.
Sebuah acuan: Bila kita pergi ke sumatera lalu kita bertemu dengan orang yang kita pahami amat taqwa dan jujur memberitakan sebuah kabar.
Kemudian kita pergi ke Irian jaya , dan bertemu dengan orang yang taqwa dan jujur yang menyiarkan kabar yang ibarat dengan yang pertama.
Kemudian kita pergi ke sumbawa dan berjumpa dengan orang yang taqwa dan jujur yang juga menyiarkan kabar yang serupa.
Tentu hal ini akan menghasilkan kepercayaan akan kebenaran informasi tersebut sehabis melihat sifat pembawa beritanya yang taqwa dan jujur , tempat mereka yang berjauhan , dan mungkin tidak saling mengenal satu sama yang lain , sehingga secara logika mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.
Adарun ѕуаrаt уаng kеduа yaitu jumlah yang banyak tersebut harus ada pada semua tingkatan sanad.
Bila tingkatan sobat hanya dua misalnya , dan tingkatan tabiin banyak demikian pula tingkatan dibawahnya , tidak disebut mutawatir.
Adарun ѕуаrаt kеtіgа yakni sandaran periwayatan mereka adalah panca indera tujuannya yakni bahwa periwayatan mereka dengan mengatakan : saya mendengar , aku melihat , meraba dan sebagainya yang dilakukan oleh panca indera.
Maka kalau itu berbentukhasil pedoman kebijaksanaan tidak disebut mutawatir.
Adарun ѕуаrаt kееmраt yakni khabar yang diriwayatkan harus menghasilkan ilmu (kepercayaan). Suatu kabar menciptakan ilmu atau tidak , diputuskan oleh banyak faktor.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata:
"Kabar yang menciptakan keyakinan acap kali alasannya banyaknya perawi , kadang kala alasannya adalah sifat pembawa kabarnya , kadang-kadang alasannya sisi pengabarannya itu sendiri , kerap kali sebab wawasan yang dikabari dan sebagainya.
Terkadang jumlah yang sedikit menghasil keyakinan karena perawinya mempunyai agama dan hafalan yang kita merasa kondusif dari kedustaan atau kesalahan mereka.
Sementara jumlah yang lebih banyak dari itu kadang-kadang tidak menciptakan kepercayaan (sebab kurangnya hafalan dan agama mereka).
Inilah pendapat yang benar yang dipegang oleh lebih banyak didominasi ulama hadits dan fiqih. (Majmu fatawa 20/258)
Macam macam hadits mutawatir
Pertama: muatawatir lafdzi.
Yaitu hadits yang mutawatir lafadz dan maknanya. Dimana diriwayat oleh jumlah yang banyak dengan lafadz yang sama.
Contohnya adalah hadits:
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku hendaklah ia merencanakan tempat duduknya dalam api neraka." HR Bukhari dan Muslim.
Hadits ini diriwayatkan oleh tujuh puluh lebih shahabat dan jumlah tersebut semakin banyak pada tingkatan tingkatan setelahnya.
Kedua: Mutawatir maknawi.
Yaitu hadits yang diriwayatkan secara mutawatir dengan lafadz lafadz yang berbeda beda , namun mempunyai makna yang sama.
Contohnya yakni hadits mengangkat tangan dalam berdoa. Diriwayatkan dari nabi shalallahu alaihi wasallam sekitar seratus hadits , namun pada peristiwa yang berlawanan beda.
Contoh yang lain adalah hadits ihwal adzab kubur , hadits wacana mengusap dua khuff , hadits perihal larangan isbal , dan lain sebagainya.
Diantara buku yang menghimpun hadits hadits mutawatir yakni kitab Al Azhar Al mutanatsiroh fil ahadits almutawatiroh karya imam Assuyuthi.
Juga kitab Nadzmul mutanatsir minal haditsil mutawatir. Karya Muhammad bin Ja'far Al Kattani.
Kita akan membicarakan hadits mutawatir terlebih dahulu.
![]() |
Pеngеrtіаn Hаdіtѕ mutаwаtіr |
Baca Juga
1. Jumlah yang banyak yang secara kebiasaan mustahil mereka bersepakat di atas kedustaan.
2. Mereka (jumlah yang banyak) meriwayatkan dari yang serupa dengan mereka dari permulaan hingga final sanad.
3. Sandaran periwayatan mereka adalah panca indera.
4. kabar mereka menghasilkan ilmu (kepercayaan) bagi pendengarnya.
Maka ini disebut mutawatir. Bila tidak menghasilkan ilmu , maka disebut masyhur saja. (An Nukat Ala Nuzhatinnadzor hal 56)
Inilah syarat syarat hadits untuk disebut mutawatir. Kita perjelas satu persatu.
Sуаrаt уаng реrtаmа yaitu jumlah yang banyak. Terjadi pertikaian para ulama berapa jumlah banyak yang dapat disebut mutawatir; sebagian ulama beropini lima ke atas , ada yang beropini sepuluh , ada lagi dua puluh dan sebagainya.
Yang paling kuat ialah bahwa mutawatir tidak dibatasi oleh jumlah tertentu. Inilah yang dirojihkan (dikuatkan -ed) oleh banyak ulama muhaqiq seperti syaikhul islam ibnu Taimiyah , Al Hafidz ibnu Hajar Al Asqolani , Assuyuthi dan lainnya.
Terlebih jikalau kita melihat syarat yang keempat yakni menciptakan kepercayaan. Suatu kabar menghasilkan keyakinan atau tidak , tidak ditentukan oleh sebatas jumlah namun kerap kali sebab indikasi indikasi yang lain.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
"Pendapat yang asli yang dipegang oleh secara umum dikuasai ulama yakni bahwa mutawatir tidak terbatas dengan jumlah tertentu. dan ilmu yang terhasilkan dari suatu kabar , akan terhasilkan di hati. sebagaimana terhasilkannya kenyang setelah makan , puas sehabis minum. Tetapi sesuatu yang membuat kenyang seseorang atau memuaskannya tidak mempunyai batasan tertentu.
Sesuatu yang mengenyangkan itu mampu jadi alasannya kwantitas masakan atau kwalitasnya... (Majmu Fatawa 18/50)
Perkataan Al Hafidz: Secara kebiasaan mustahil mereka bersepakat di atas kedustaan.
Maksudnya sebab melihat ketaqwaan dan kejujurannya yang hebat. Dimana jumlah mereka banyak dan negeri mereka berjauhan , tetapi kabar mereka serupa.
Sebuah acuan: Bila kita pergi ke sumatera lalu kita bertemu dengan orang yang kita pahami amat taqwa dan jujur memberitakan sebuah kabar.
Kemudian kita pergi ke Irian jaya , dan bertemu dengan orang yang taqwa dan jujur yang menyiarkan kabar yang ibarat dengan yang pertama.
Kemudian kita pergi ke sumbawa dan berjumpa dengan orang yang taqwa dan jujur yang juga menyiarkan kabar yang serupa.
Tentu hal ini akan menghasilkan kepercayaan akan kebenaran informasi tersebut sehabis melihat sifat pembawa beritanya yang taqwa dan jujur , tempat mereka yang berjauhan , dan mungkin tidak saling mengenal satu sama yang lain , sehingga secara logika mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.
Adарun ѕуаrаt уаng kеduа yaitu jumlah yang banyak tersebut harus ada pada semua tingkatan sanad.
Bila tingkatan sobat hanya dua misalnya , dan tingkatan tabiin banyak demikian pula tingkatan dibawahnya , tidak disebut mutawatir.
Adарun ѕуаrаt kеtіgа yakni sandaran periwayatan mereka adalah panca indera tujuannya yakni bahwa periwayatan mereka dengan mengatakan : saya mendengar , aku melihat , meraba dan sebagainya yang dilakukan oleh panca indera.
Maka kalau itu berbentukhasil pedoman kebijaksanaan tidak disebut mutawatir.
Adарun ѕуаrаt kееmраt yakni khabar yang diriwayatkan harus menghasilkan ilmu (kepercayaan). Suatu kabar menciptakan ilmu atau tidak , diputuskan oleh banyak faktor.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata:
"Kabar yang menciptakan keyakinan acap kali alasannya banyaknya perawi , kadang kala alasannya adalah sifat pembawa kabarnya , kadang-kadang alasannya sisi pengabarannya itu sendiri , kerap kali sebab wawasan yang dikabari dan sebagainya.
Terkadang jumlah yang sedikit menghasil keyakinan karena perawinya mempunyai agama dan hafalan yang kita merasa kondusif dari kedustaan atau kesalahan mereka.
Sementara jumlah yang lebih banyak dari itu kadang-kadang tidak menciptakan kepercayaan (sebab kurangnya hafalan dan agama mereka).
Inilah pendapat yang benar yang dipegang oleh lebih banyak didominasi ulama hadits dan fiqih. (Majmu fatawa 20/258)
Macam macam hadits mutawatir
Pertama: muatawatir lafdzi.
Yaitu hadits yang mutawatir lafadz dan maknanya. Dimana diriwayat oleh jumlah yang banyak dengan lafadz yang sama.
Contohnya adalah hadits:
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku hendaklah ia merencanakan tempat duduknya dalam api neraka." HR Bukhari dan Muslim.
Hadits ini diriwayatkan oleh tujuh puluh lebih shahabat dan jumlah tersebut semakin banyak pada tingkatan tingkatan setelahnya.
Kedua: Mutawatir maknawi.
Yaitu hadits yang diriwayatkan secara mutawatir dengan lafadz lafadz yang berbeda beda , namun mempunyai makna yang sama.
Contohnya yakni hadits mengangkat tangan dalam berdoa. Diriwayatkan dari nabi shalallahu alaihi wasallam sekitar seratus hadits , namun pada peristiwa yang berlawanan beda.
Contoh yang lain adalah hadits ihwal adzab kubur , hadits wacana mengusap dua khuff , hadits perihal larangan isbal , dan lain sebagainya.
Diantara buku yang menghimpun hadits hadits mutawatir yakni kitab Al Azhar Al mutanatsiroh fil ahadits almutawatiroh karya imam Assuyuthi.
Juga kitab Nadzmul mutanatsir minal haditsil mutawatir. Karya Muhammad bin Ja'far Al Kattani.
Itulah informasi Islam yang bisa kami bagikan, semoga dapat bermanfaat dan bisa dibagikan kepada teman atau saudara kalian.
Sumber http://islamypersona.blogspot.com/
Belum ada Komentar untuk "Pengertian Hadits mutawatir - Belajar Islam Ahlussunnah"
Posting Komentar