8 Dalih Acara Maulid dan Bantahannya - Belajar Islam Ahlussunnah

Bantahan dalil pendukung maulid
Dаlіh реnunjаng mаulіd dаn bаntаhаnnуа

Mendekati pertengahan bulan rabiul awwal , sebagian kaum muslimin banyak yang sibuk dan begitu antusiasuntuk menyambut salah satu hari yang "sakral" yaitu реrауааn Mаulіd Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Padahal telah sungguh jelas bahwa perayaan semacam ini bukanlah dari syari'at Islam yang mulia ini. Maulid ini merupakan syariat gres yang diusung oleh kaum belakangan dengan beralasan "іnі kаn tіndаkаn bаіk?!" Padahal bila ini merupakan kebaikan , nisacaya gеnеrаѕі ѕаlаfuѕ ѕhаlіh sudah mendahului kita dalam mengerjakannya , kenapa? karen mereka sungguh menyayangi Nabi i Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (faktor pendorong yang sungguh berpengaruh) dan tidak adanya yang dapat membatasi mereka untuk merayakan maulid kecuali panik mereka yang besar lantaran maulid ini kasus baru dalam agama alias bіd'аh yang mereka pahami sangat berbahaya dalam syari'at Islam.
Berikut аdmіn salin dari beberapa sumber di internet tetapi sedikit ada perbaikan pengetikan dan juga ada beberapa poin yang kami tambahkan untuk melengkapi postingan 8 Dаlіh Aсаrа Mаulіd dаn Bаntаhаnnуа. SIlakan di simak.

Bismillah.
Judul Asli: Mеnjаwаb Sуubhаt-Sуubhаt Pеrауааn Mаulіd Nаbі
Penulis: Uѕtаdz Abu Ubаіdаh Yuѕuf bіn Mukhtаr аѕ-Sіdаwі hаfіzhаhullаh

Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa ahlul bid’ah senantiasa ‘berjuang’ dengan sarat kegigihan membela dan mengibarkan bendera bid’ah , sehingga bіd’аh menyebar di mana-mana. Jangan heran bila mereka begitu berani mеmаkѕаkаn dаlіl demi hawa nafsunya atau menasabkan hadits yang tіdаk аdа аѕаlnуа.

Bagaimana perilaku kita dalam menghadapi syubhat ahlul bid'ah?!

Pеrtаmа: Tаnуаkаn Tеntаng Dаlіlnуа
Syaikh Abdurrohman bin Yahya al-Mu’allimi berkata: “Tidak ada pertengkaran pertimbangan bahwa agama yang benar (Islam) ialah уаng dаtаng dаrі Allаh dan dіѕаmраіkаn оlеh Rаѕulullаh. Maka kita tanyakan terhadap hebat bid’ah: Aраkаh аmаlаn іnі tеrmаѕuk аgаmа уаng dіѕаmраіkаn оlеh Muhаmmаd dаrі Rоbbnуа аtаukаh tіdаk? Kalau dia menjawab: Inі bukаn tеrmаѕuk аgаmа , maka selesai sudah masalahnya. Namun kalau menjawab: Inі tеrmаѕuk реrѕоаlаn аgаmа , maka kita katakan padanya: Dаtаngkаnlаh dаlіlnуа!! [1]

Kеduа: Bеrtаnуа Tеntаng Pеmаhаmаnnуа
Kalau dia tіdаk bіѕа mеndаtаngkаn dаlіlnуа maka selesailah sudah masalahnya , tetapi kalau dia mendatangkan dalilnya , maka tanyakan lagi padanya: Adаkаh раrа ѕаhаbаt dаn ulаmа ѕаlаf уаng mеngеtаhuі dаrі ауаt  аtаu hаdіtѕ іnі ѕереrtі реmаhаmаnmu?! Karena sebagaimana kata Imam asy-Syathibi rahimahullah: “Betapa sering engkau  dapati ahli bid’ah dan penyesat umat mengemukakan dalil dari al-Qur’an dan hadits dengan memaksakannya semoga sesuai dengan pemikiran mereka dan mendustai orang-orang awam dengannya. Lucunya mereka menilai bahwa dіrі mеrеkа dіаtаѕ kеbеnаrаn.”

Lanjut beliau: “Oleh karenanya , maka semestinya bagi setiap orang yang berdalil dengan dalil syar’i supaya memahaminya mirip pemahaman раrа реndаhulu (ѕаhаbаt) dan praktik amaliah mereka , karena itulah jalan yang bеnаr dаn luruѕ.” [2]

Camkanlah baik-baik dua kaidah ini supaya engkau mampu menghadang syubhat mahir bid’ah di sepanjang zaman. Demikian pula perihal masalah реrауааn mаulіd nаbі іnі , para pejuang dan pengibar bendera pelaku ini memiliki syubhat-syubhat yang banyak sekali , kami akan menyebutkan beberapa syubhat yang sungguh masyhur(terkenal/tersebar luas) saja sekaligus jawabannya. Semoga menjadi pelita dan tameng bagi kita semua.

Sуubhаt Pеrtаmа
Mereka menyampaikan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memuliakan hari kelahirannya sebagaimana dalam hadits tentang puasa hari Senin , sabda beliau:
“Itu yaitu hari saya dilahirkan , aku diutus atau diwahyukan kepadaku.” [3]

Hadits ini menujukkan kemulian hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mempunyai arti disyariatkan bagi kita untuk menciptakan perayaan sebagai perumpamaan kegembiraan atas hari kelahirannya.

Jаwаbаn:
Berdalil dengan hadits ini tidaklah sempurna , ditinjau dari beberapa segi:
1. Apabila maksud dari maulid disini adalah mensyukuri atas lezat kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , maka secara dalil dan logika hendaknya syukur tersebut diwujudkan sebagaimana syukurnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yakni dengan berpuasa yang berarti bahwa hendaknya kita berpuasa sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa. Sehingga apabila kita ditanya maka kita menjawab bahwa hari Senin adalah hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , kami berpuasa selaku rasa syukur kepada Allah azza wa jalla dan mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah yang disyariatkan.

2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengkhususkan pada hari  kelahirannya yakni tanggal 12 Rabi’ul Awal -sebagaimana usulan yang masyhur- dengan puasa atau amalan lainnya. Beliua shallallahu ‘alaihi wasallam cuma berpuasa pada hari Senin yang tiba setiap pekan. Sedangkan Allah azza wa jalla berfirman:
“Sesunggunya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yakni) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kehadiran hari akhir zaman dan dia banyak menyebut Allah.” [QS.al-Ahzab/33 :21]

3. Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari kelahirannya , apakah dia menambahinya dengan perayaan maulid mirip yang dilakukan oleh orang-orang? Jawabnya , tentu tidak , cukup hanya dengan berpuasa. Makara , mengapa umatnya tidak merasa cukup dengan isyarat nabinya?!! Ingatlah bahwa ibadah itu mesti dibangun di atas dalil bukan perasaan dan hawa nafsu!! [4]

4. Rasulullah tidak merayakan hari kelahiran ia sewaktu beliau hidup , demikian juga para sahabat tidak merayakannya. Seandainya hal itu disyariatkan , niscaya mereka mendahului kita , lantaran mereka jauh lebih cinta terhadap Nabi daripada kita. Mungkinkah mereka meninggalkan amalan kebajikan dan meremehkannya?!! Sekali-kali tidak.

5. Puasa hari Senin bukan hanya lantaran hari itu hari kelahiran Nabi , tetapi Nabi jugamenyebutkan argumentasi-alasan lainnya yaitu turunnya wahyu dan diangkatnya amalan terhadap Allah. Lantas , kenapa hanya diambil satu argumentasi saja untuk sebuah syariat yang tidak diajarkan Allah dan Rasul-Nya?! [5]

Sуubhаt Kеduа
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi Madinah , dan ia menjumpai Yahudi berpuasa pada hari Asyuro , maka ia shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Hari apakah ini? Mereka menjawab: Ini ialah hari agung , hari Allah menyelamatkan Musa dan pengikutnya dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya , lalu Musa berpuasa selaku perumpamaan syukur , maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Kita lebih berhak dengan Musa ketimbang kalian , karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa dan menyuruh untu berpuasa pada hari itu.” [6]

Mereka menyampaikan bahwa kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja bergembira dengan diselamatkannya Nabi Musa shallallahu ‘alaihi wasallam , maka kita juga bergembira  dengan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan lebih utama.

Jаwаbаn:
1. Sesunggunya seluruh umat islam mengetahui sunnahnya puasa Asyuro , sebagai wujud realisasi dari perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan istilah syukur atau dimenangkannya kebenaran dan dihancurkannya kebathilan. Namun , bukan memiliki arti hadits ini sebagai kaidah yang membenarkan perayaan maulid nabi atau perayaan-perayaan yang lain. Jadi usulan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berpuasa Asyuro bukan mempunyai arti ajuan untuk membuatnya selaku perayaan maulid , tetapi tawaran untuk bersyukur kepada Allah azza wa jalla dengan berpuasa pada hari tersebut mirip yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [7]

2. Kita semua senang dan besar hati dengan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , diutusnya ia sebagai nabi , hijrahnya dia dan semua perjalanan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa jihad dan ilmu. Kita senang dan bergembira serta mengambil pelajaran darinya. Namun semua itu bukan hanya dalam sehair saja dalam setahun , akan tetapi disyariatkan pada setiap waktu dan setiap daerah.[8]

Sуubhаt Kеtіgа
“Berkata Urwah: Tsuwaibah adalah budak Abu Lahab , Abu Lahab memerdekakannya dan menyusui Nabi. Tatkala Abu Lahab meninggal dunia , sebagian keluarganya menyaksikan dalam mimpi bahwa Abu Lahab dalam kondisi yang jelek. Dia mengajukan pertanyaan: Apa yang kau peroleh? Abu Lahab menjawab: Saya tidak menerima kebaikan sehabis kalian , cuma saja saya diberi minum sedikit ini karena alasannya memerdekakan Tsuwaibah.”

Jаwаbаn:
1. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari: 4711 tetapi mursal[9] , lantaran Urwah tidak menyebutkan siapa rowi setelahnya , [10] sedangkan hadits mursal tergolong klasifikasi hadits lemah menurut mayoritas ahli hadits.

2. Ini ialah mimpi dan mimpi tidak bisa dijadikan hujjah dalam syariat [11] , sekalipun dia andal ibadah dan terpelajar , kecuali mimpi para nabi lantaran mimpi mereka yaitu haq.

3. Hadits ini menawarkan pahala terhadap orang kafir , padahal al-Qur’an  memastikan bahwa orang kafir tidak diberi pahala dan amal perbuatannya sia-sia.

“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan , lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” [QS.al-Furqon/25: 23]

“Mereka itu orang-orang yang sudah kufur terhadap ayat-ayat Robb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia , Maka hapuslan amalan-amalan mereka , dan kami tidak mengadakan suatu evaluasi bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” [QS.al-Kahfi/18: 105][12]

4. Kegembiraan Abu Lahab dengan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanyalah kegembiraan watak saja , lantaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah keponakannya , sedangkan kegembiraan tidaklah diberi pahala melainkan apabila untuk Allah azza wa jalla.

5. Abu Lahab tidak mengenali kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika itu , buktinya sesudah dia mengetahuinya maka dia memusuhi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya untuk dilakukan.[13]

Sуubhаt Kееmраt
Mereka berkata bahwa perayaan maulid telah dianggap baik oleh ulama dan kaum muslimin di berbagai negeri , maka perayaan ini sangat baik berdasarkan hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
“Sesuatu yang berdasarkan kaum muslimin baik , maka hal itu baik di sisi Allah. Dan sesuatu yang di nilai buruk oleh kaum muslimin , maka jelek pula di sisi Allah.

Jаwаbаn:
Sungguh termasuk keajaiban dunia , tatkala hadit ini dijadikan dalil oleh sebagian golongan wacana adanya bid’ah hasanah dalam agama dengan alasan banyaknya orang yang melakukan. Namun perlu dicermati hal-hal berikut:

1. Hadits ini mаuԛuf , sebagaimana dalam HR.Ahmad: 3600 , ath-Thoyyalisi hal.23 dan Ibnul A’robi dalam Mu’jamnya: 2/84 dengan sanad hasan , sehingga tidak dapat dijadikan alasan untuk menentang dalil-dalil yang terang menegaskan bahwa semua bid’ah adalah sesat sebagaimana sudah shohih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

2. Anggaplah hadits tersebut shohih , namun tetap tidak dapat diterapkan lantaran menentang dalil-dalil yang shohih , lantaran: Pertama , Maksud Ibnu Mas’ud rahiyallahu ‘anhu dengan ‘kaum muslimin’ ialah kesepakatan раrа tеmаn. Hal ini diperkuat bahwa ia berdalil dengannya dalam duduk perkara komitmen teman untuk memilih Abu Bakar selaku kholifah. Kedua , maksud ‘Muslimun’ dalam ucapan beliau bukan setiap muslim meskipun dia tidak mempunyai ilmu sama sekali , tetapi maksudnya yakni orang-orang yang memiliki ilmu di antara mereka dan tidak taklid buta dalam agama.

Kesimpulannya , hadits ini tidak bisa dijadikan pegangan oleh jago bid’ah , apalagi kalau kita ingat bahwa sobat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yaitu seorang teman yang dikenal keras memerangi bid’ah , di antara ucapan beliau: “Ikutilah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan janganlah kalian berbuat bid’ah , lantaran kalian sudah diberi kecukupan.”

Maka wajib bagi kalian wahai kaum muslimin untuk berpegang teguh dengan sunnah nabi kalian , pasti kalian akan bahagia. [14]

Kemudian kami katakan: “Siapa di antara ulama dan muslim yang menganggap baik maulid ini? Apakah mereka sobat Rasulullah? Tentu tidak! Apakah mereka para tabi’in? Tentu tidak! Apakah mereka para tabi’ut tabi’in? Tentu tidak! Apakah mereka ulama generasi utama? Juga tidak! Apakah mereka tokoh-tokoh Fathimiyyah Rofidhoh? Benar! Apakah mereka ahlul bid’ah? Ya , benar…

Kemudian siapakah ‘kaum muslimin’ yang dimaksud dalam atsar Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tersebut untuk menimbang kebaikan dan keburukan? Apakah mereka orang Rofidhoh  dan thoriqot-thoriqot yang rusak akalnya sehingga baik dianggap buruk dan yang jelek di anggap baik? Maka datangkanlah kepada kami perkataan-perkataan dan tindakan dari pada salaf , tabi’in , tabi’ut tabi’in , ahlu hadits ahlu fiqh dan lainnya yang mendukung perayaan maulid nabi ini..Sesungguhnya kami menanti.” [15]

Kalau ada yang berkata: “Bukankah di antara yang diantara yang menilai baik perayaan maulid nabi yaitu sebagian ulama seperti as-Suyuthi , Ibnu Hajar , Abu Syamah dan lain sebagainya?!” Kami katakan: “Benar , memang mereka menganggap baik hal itu , tetapi hal itu bukаn hujjаh , semua ulama tentu ada ketergelincirannya , kita dituntut untuk mengikuti dalil , bukan mengikuti kesalahan ulama.” Hal ini telah diperingatkan secara keras oleh para ulama kita , di antaranya:
– Sulaiman at-Taimi rahimahullah mengatakan: “Apabila engkau mengambil setiap ketergelinciran ulama , maka sudah berkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”
– Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkomentar: “Ini yaitu ijma’ , saya tidak mendapati pertengkaran ulama tentangnya.” [16]
– Al-Auza’i rahimahullah berkata: “Barangsiapa memungut ketaknormalan-ketaknormalan ulama , maka dia akan keluar dari Islam.” [17]
– Hasan al Bashri rahimahullah berkata: “Sejelek-jelek hamba Allah yaitu mereka yang memungut masalah-problem ganjil untuk mendustai para hamba Allah.” [18]
– Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata: “Seorang tidaklah disebut alim bila dia menceritakan pertimbangan -pertimbangan yang ganjil.” [19]
– Imam Ahmad rahimahullah memastikan bahwa orang yang mencari-cari pendapat ganjil yakni seorang yang fasiq.[20]

Bahkan Imam Ibnu Hazm rahimahullah menceritakan ijma’ (komitmen ulama) bahwa orang yang mencari-cari kеrіngаnаn mazhab tanpa bersandar pada dalil merupakan kefasikan dan tidak halal.[21]

Sуubhаt Kеlіmа
Mereka menyampaikan bahwa perayaan maulid nabi termasuk konsekuensi cinta terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Jаwаbаn:
1. Perkataan ini dusta , tidak berdasar dalil sedikitpun. Sebab maulid nabi tidak tergolong konsekuensi cinta terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan ketaatan , bukan dengan kemaksiatan dan kebid’ahan mirip halnya maulid nabi. [22]

2. Sesungguhnya menyayangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi kaum muslimin yakni keharusan saban hari , bahkan setiapwaktu , bukan mengingat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya ketia perayaan maulid saja yang hilang dengan setelah usai perayaan tersebut , semua itu akan merusak lebih banyak dibandingkan dengan memperbaiki , sebab tidak ada suatu bid’ah pun kecuali akan mematian sunnah. [23]

3. Para teman ialah orang yang lebih cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketimbang kita , lebih berakal , lebih mengagungkan  Nabi , lebih bergairahdalam kebaikan. Sekalipun demikian , mereka tidak merayakan maulid. Seandainya merayakan maulid termasuk konsekuensi cinta terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu mereka adalah orang yang paling bergairahmelakukannya. [24]

Sуubhаt Kееnаm
Mereka menyampaikan: “Sesungguhnya perayaan maulid merupakan dakwah , amar nahi munkar dan syiar Islam. Tidak ragu lagi semua itu sangatlah dianjurkan , dan dalam perayaan ini terdapat amalan-amalan utama seperti pembacaan al-Qur’an , sholawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , mendengar siroh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan lain sebagainya.

Jаwаbаn:
1. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah berdakwah terhadap Islam dengan perkataan , tindakan dan jihad di jalan Allah azza wa jalla. Beliau orang yang paling mengerti ihwal tata cara dakwah dan syiar Islam. Tetapi tidak ada petunjuk dia dalam berdakwah dan syiar Islam dengan perayaan maulid dan Isro’ Mi’roj. Demikian pula para teman , mereka mencontek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah , tetapi mereka tidak merayakan maulid atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau peringatan lainnya. Perayaan tersebut juga tidak diketahui bersumber dari imam-imam kaum muslimin yang muktabar , Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sebaliknya perayaan  tersebut cuma diketahui dari hebat bid’ah seperti Rofidhoh , Syiah , dan kelompok-kelompok menyimpang yang sehaluan dengan mereka , yang sedikit ilmunya perihal agama. Kesimpulannya , perayaan diatas adalah bid’ah munkaroh , menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , Khulafa’-ur-Rosyidin dan imam-imam salafush shalih pada tiga generasi terbaik umat ini…”[25]

2. Amalan-amalan tersebut mirip membaca al-Qur’an , sholawat dan sebagainya tidak ragu termasuk amalan sholih apabila dijalankan sesuai tuntunan , bukan karena niat maulid. Kaprikornus , yang diingkari ialah mengkhususkan perkumpulan dengan cara dan waktu tertentu yang tidak ada dalilnya. [26]

Perhatikanlah atsar berikut: Dari Sa’id bin Musayyib , ia menyaksikan seorang pria menunaikan shalat setelah fajar lebih dari dua roka’at , ia memanjangkan ruku’ dan sujudnya. Akhirnya Sa’id bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata: “Wahai Abu Muhammad , apakah Allah akan menyiksaku dengan alasannya shalat?” Beliau menjawab: “TIdak , tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi as-Sunnah.” [27]

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah mengomentari atsar ini: “Ini adalah jawaban Sa’id bin Musayyib yang sungguh indah. dan merupakan senjata pamungkas terhadap para ahlul bid’ah yang menilai baik pada umumnya bid’ah dengan argumentasi dzikir dan shalat , kemudian membantai ahlus sunnah dan menuduh bahwa mereka (ahlus sunnah) mengingkari dzikir dan shalat! Padahal sebenarnya yang mereka ingkari yaitu penyelewengan ahlu bid’ah dari tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dzikir , shalat dan lain-lain.” [28]

Sуubhаt Kеtujuh
Ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
“Mengagungkan maulid dan membuatnya selaku perayaan , bisa jadi dilakukan oleh sebagian  insan dan dia menerima pahala yang besar karena niatnya yang baik dan pengagungannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Mereka mengatakan dengan nada mengejek: “Inilah Syaikhul Islamnya kaum Wahabi , dia sendiri membolehkan perayaan maulid dan menyampaikan bahwa perayaan tersebut berpahala!!” Seperti dilakukan oleh pengurus blog sesat “Salafytobat” dalam postingan mereka Ibnu Taimiyyah Membungkam Wahhabi.

Jаwаbаn:
1. Hendaknya dikenali oleh semua bahwa sikap Salafiyyun , Ahlus Sunnah terhadap Ibnu Taimiyyah rahimahullah sama halnya seperti perilaku mereka terhadap para ulama lainnya , “Mereka tidak taklid terhadap seorang pun dalam beragama seperti halnya tindakan mahir bid’ah , mereka tidak mendahulukan usulan seorang ulama pun -sekalipun ilmunya tinggi- apabila memang sudah jelas bagi mereka kebeneran , mereka melihat terhadap ucapan bukan orang yang mengucapkan , terhadap dalil bukan taklid , mereka selalu mengingat ucapan Imam Malik bin Anas rahimahullah: “Setiap orang dapat diterima dan ditolak pendapatnya kecuali penghuni kubur ini (Nabi Muhammad).” [30]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sendiri berkata: “Adapun dilema kepercayaan , maka tidaklah di ambil dariku atau orang yang lebih besar dariku , tetapi diambil dari Allah azza wa jalla , Rosul-Nya dan kesepatakan salaf umat ini , keyakinan dari al-Qur’an mesti diyakini , demikian juga dari hadits-hadits yang shohih.” [31]

2. Memahami ucapan Ibnu Taimiyyah rahimahullah di atas mesti lengkap dari awal hingga selesai pembahasan , jangan hanya diambil sepenggal saja sehingga menyebabkan kita salah faham.

“Betapa banyak pencela ucapan yang benar
Sisi cacatnya yaitu pemahaman yang dangkal.” [32]

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Kesalahan itu apabila lantaran jeleknya pengertian pendengar bukan karena kecerobohan pengucap bukanlah termasuk dosa bagi pembicara , para ulama tidak mensyaratkan apabila mereka berbicara agat tidak ada seorangpun yang salah faham terhadap ucapan mereka , bahkan insan senantiasa mengetahui salah ucapan orang lain tidak sesuai dengan cita-cita mereka.” [33]

3. Bagaimana dibilang Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendukung dan membolehkan perayaan maulid , sedangkan ia sendiri yang mengatakan:
“Adapun menjadikan suatu perayaan selain perayaan-perayaan yang disyariatkan seperti sebagian malam bulan Rabi’ul Awal yang disebut malam kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau sebagian malam Rojab atau tanggal delapan Dzulhijjah atau awal Jum’at bulan Rojab atau delapan Syawwal yang disebut oleh orang-orang jahil sebagai ‘Id al Abror , semua itu tergolong bid’ah yang tidak disarankan oleh salafush shalih dan tidak mereka lakukan.” [34]

4. Maksud Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam ucapannya di atabukan bermakna mengizinkan perayaan maulid , tetapi hanya menyampaikan bahwa bisa jadi orang yang merayakan maulid itu diberi pahala lantaran niatnya yang elok yaitu menyayangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baiklah semoga kita memahami ucapan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dengan bagus , kami akan nukilkan teksnya (afwan , teks bisa dilihat di Majalah al Furqon Edisi 7 Tahun Kesembilan. Shofar 1431 , Jan-Feb 2010 Hal.48.
Berikut terjemahannya:
“Demikian pula apa yang diada-adakan oleh sebagian insan , bisa jadi untuk mirip orang-orang nashoro dalam kelahiran Isa ‘alaihissalam dan bisa jadi karena cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan pengagungan kepada beliau. Dan Allah bisa jadi menawarkan pahala terhadap mereka karena karena kecintaan dan semangat , bukan lantaran bid’ah menyebabkan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selaku perayaan padahal ulama sudah bertikai  ihwal (tanggal) kelahirannya. Semua ini tidak pernah dikerjakan oleh generasi salaf radhiyallahu ‘anhum (Sahabat , Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in) , karena seandainya hal itu baik tentu para salaf lebih berhak mengerjakannya ketimbang kita. Karena mereka jauh lebih cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan mereka lebihh antusiasdalam melaksanakan  kebaikan. Sesungguhnya cinta Rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah dengan mengikuti dia , menjalankan perintahnya , menghidupkan sunnahnya secara zhohir dan batin , mengembangkan ajarannya dan berjihad untuk itu semua , baik dengan hati , tangan ataupun ekspresi. Karena inilah jalan para generasi utama dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan.” [35]

Ini adalah klarifikasi gamblang dari Ibnu Taimiyyah rahimahullah bahwa pahala orang yang merayakan maulid lantaran niatnya yang baik yakni cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan bermakna bahwa maulid itu disyariatkan , sebab seandainya itu disyariatkan pasti akan dilakukan oleh para salaf yang lebih cinta terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan dengan kita. Beliau mengatakan: “Kebanyakan mereka yang bersemangat melakukan bid’ah-bid’ah seperti ini sekalipun niat dan tujuan mereka baik yang dibutuhkan dengan niatnya tersebut mereka diberi pahala , enagkau dapati mereka malas dalam menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka seperti seorang yang menghiasi mushaf tetapi tidak membacanya , atau membaca namun tiak mengikuti isi kandungannya , atau tak ubahnya mirip orang yang menghiasa masjid tetapi tidak sholat didalamnya ata shalat tapi jarang. [36]

Dengan demikian , jelaslah bagi orang yang memiliki pandangan kesalahan orang yang menyebabkan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah diatas untuk mendukung perayaan maulid nabi. [37]

Syubhat Kedelapan(реmаnіѕ dаrі Admіn іѕlаmуреrѕоnа.blоgѕроt.соm).
Para penunjang maulid berkata : "biar bagaimanapun acara maulid isinya yakni syariat islam mirip baca Al Quran , bershalawat , mendengarkan ceramah , mendengarkan sirah nabawi... itu semua dibungkus dalam satu bungkus , yaitu maulid. Dimana salahnya?"

Jаwаbаn :
Sekali lagi bahwa yang kita ingkari bukanlah membaca Al Quran , bershalawat atau mendengar sirah nabi dan semacamnya (terlebih jikalau yang dibaca yakni shalawat yang syar'i dan sirah yang shahih) , tetapi disini yang menjadi persoalan yakni mengapa mesti dikumpulkan , dibungkus dan dikhususkan menjadi "maulidan"? Tidakkah kita bisa membaca Al Quran , mempelajari sejarah Nabi dan yang lain itu di waktu lain? ataukah Nabi pernah memerintahkan membaca al Quran , sholawat , dan lainnya pada hari kelahiran beliau?
kenapa penggabungan ini tіdаk dilakukan di bulan Ramadhan? Dzulhijjah? dan selainnya?
jawabnya : Ini lantaran adanya kеуаkіnаn bahwa bulan rabiul awwal memiliki keutamaan dengan kejadian maulid , nah "kеutаmааn mаulіd" inilah yang tidak kita diketemukan dalilnya. Sehingga menganggap sesuatu masalah istimewa atau mempunyai fadhilah tertentu inilah yang menjadi kepercayaan orang untuk merayakan maulid , padahal fadhilah atau keistimewaan seperti ini merupakan kasus ghaib dan masalah ghaib tidak dapat diyakini kecuali dengan dalil.
sehingga yang diminta ialah dalil spesialisasi maulid , bukаn dalil baca Al Quran atau bershalawat. Wallahua'lam.


Note:
[1] Risalah fi Tahqiqil Bid’ah hal.5-6
[2] Al-Muwafaqot Fi Ushul Syariah: 3/52
[3] HR.Muslim 1162
[4] Lihat Al-Inshof fima Qila fil Maulid: 44-45 oleh Syaikh Abu Bakar al-Jazairi
[5] Minhatul Allam 5/78-79 oleh Syaikh Abdullah al-Fauzan
[6] HR.al-Bukhari: 3648 dan Muslim: 1911
[7] Lihat Hiwar Ma’al Maliki hal.55-56 , Abdullah al-Mani’
[8] Idem hal.85
[9] Definisi mursal yang terkenal di kelompok dominan hebat hadits ialah suatu hadits yang diriwayatkan dari tabi’in pribadi terhadap Rasulullah (lihat Jami’ Tahshil fi Ahkamil Marosil al-Ala’i hal.31)
[10] Lihat Fathul Bari Ibnu Hajar: 9/145
[11] Lihat masalah ini secara panjang lebar dan informasi para ulama tentangnya dalam al-Muqoddimat al-Mumahhidat as-Salafiyyat fi Tafsir Ru’aa wal Manamat hal.247-283 oleh Syaikh Masyhur bin Hasan dan Umar bin Ibrahim
[12] Lihat Fathul Bari Ibnu Hajar: 9/145
[13] Al-Maurid fi Hukmil Ihtifal  bil Maulid hal.21-23 , Aqil bin Muhammad al-Yamani. Lihat pula al-Qoulul Fashl Ismail al-Anshori hal.486-489
[14] Silsilah Ahadits adh-Dho’ifah: 533
[15] Lihat Hiwar ma’a Maliki hal.90-91 oleh Syaikh Abdulloh bin Sulaiman al-Mani’
[16] Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi: 2/91-92
[17] Sunan Kubro al-Baihaqi: 10/211
[18] Adab Syar’iyyah: 2/77
[19] Hilyatul Auliya Abu Nu’aim: 9/4
[20] Al-Inshof , al-Mardhawi: 29/350
[21] Marotibul Ijma’ hal.175 dan dinukil asy-Syathibi dalam al-Muwafaqot: 4/134
[22] Shiyanatul Insan ‘an Waswasati Syaikh Dahlan hal.228 oleh Syaikh Syaikh Muhammad Basyir al-Hindi. Lihat pula asy-Syifa bi Ta’rif Huquqil Musthofa 2/16 oleh al-Qodhi Iyadh
[23] Syarh Mumti’ , Ibnu Utsaimin: 5/112-113
[24] Fatawa Muhammad bin Ibrahim: 3/51 , ar-Roddul Qowi , at-Tuwaijiri hal.171
[25] Fatawa Lajnah Da’imah: 3/14-15
[26] at-Tabarruk , Dr.Nashir al-Judai’ hal.372
[27] Dikeluarkan oleh Baihaqi dalam Sunan Kubro: 2/46 dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ul Gholil: 2/236
[28] Irwa’ul Gholil: 2/236
[29] Iqtidho’ Shirathil Mustaqim 2/126
[30] Ahkamul Jana’iz hal.222 oleh al-Albani
[31] Majmu’ Fatawa: 3/157
[32] Diwan al-Mutanabbi hal.232
[33] Al-Istighosah fir Roddi ‘ala al-Bakri: 2/705
[34] Al-Fatawa Al-Kubro: 4/414
[35] Iqtidho’ Shirotil Mustaqim: 2/123-124
[36] Idem: 2/124
[37] Lihat Hukmul Ihtifal bil Maulid Nabawi war Ruddi ‘ala Man Ajazahu , Muhammad bin Ibrahim hal.46-50 dan al-Qolulul Fashl , Ismail al-Anshori hal.513-517
sumber: diketik ulang dari Majalah al-Furqon Edisi 7 , Tahun Kesembilan , Shofar 1431 , Jan-Feb 2010 Hal.43-49
Semoga berfaedah bagi kami dan juga kaum muslimin. Barakallahu fiikum.

Sumbеr

Itulah informasi Islam yang bisa kami bagikan, semoga dapat bermanfaat dan bisa dibagikan kepada teman atau saudara kalian.
Sumber http://islamypersona.blogspot.com/

Belum ada Komentar untuk "8 Dalih Acara Maulid dan Bantahannya - Belajar Islam Ahlussunnah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan

Dapatkan Promonya

Iklan Bawah Artikel